Mengeksplorasi Peran Ibu dan Ayah dalam Pengasuhan dan Pendididkan Anak
Peran Orang Tua dalam Pola Asuh dan Pendidikan Anak
Apa yang anda pikirkan jika anda mendengan istilah sifat keibuan (motherhood)?
Jika anda sama seperti kebanyakan orang lain, anda akan mengasosiasikan sifat keibuan dengan beberapa sifat positif seperti hangat, tidak mementingkan diri sendiri, tekun pada tugas, dan toleran (Matlin, 1993). Sementara sebagian besar perempuan berharap bahwa sifat keibuan akan membahagiakan dan memenuhi keinginan, kenyataan menunjukkan bahwa sifat keibuan dianggap bernilai rendah dalam masyarakat kita (Hoffnung, 1984). Jika dibandingkan dengan uang, kekuasaan, dan prestasi, sifat keibuan tidak dihargai terlalu baik, dan jarang menerima penghargaan yang mereka tuntut.
Ketika anak-anak tidak berhasil atau mereka mengalami masalah, masyarakat kita cenderung membebankan kegagalan atau terbentuknya masalah pada satu sebab yaitu ibu. Salah satu pelajaran psikologi yang paling penting adalah bahwa perilaku ditentukan oleh bermacam-macam hal. Maka berkaitan dengan perkembangan anak dan ketika perkembangan menjadi salah, ibu bukanlah penyebab tunggal dari masalah tersebut, meskipun masyarakat kita menstereotifkan dengan cara seperti itu. Peran ibu membawa keunggulan sekaligus keterbatasannya. Meskipun sifat keibuan tidak cukup untuk memenuhi sebagian besar hidup perempuan, bagi sebagian ibu hal itu adalah salah satu pengalaman paling bermakna dalam hidup mereka (Hoffnung, 1984).
Peran ayah telah mengalami perubahan besar selama periode colonial di Amerika Serikat, ayah bertanggung jawab penuh dalam pendidikan moral. Ayah memberi bimbingan dan nilai-nilai moral terutama melalui agama. Bersama revolusi industry peran ayah berubah, ia memperoleh tanggung jawab sebagai pencari nafkah, peran yang terus berlanjut selama masa depresi besar. Pada masa akhir perang dunia II peran ayah yang lain muncul yaitu model peran gender. Meskipun peran sebagai pencari nafkah dan penjaga moral merupakan peran ayah yang penting, namun perhatian bergeser pada peran ayah sebagai seorang laki-laki, terutama untuk anak laki-lakinya. Maka pada tahun 1970-an perhatian utama pada peran ayah adalah sebagai orang tua yang aktif.
Memelihara, dan pemberi kasih sayang muncul. Tidak saja bertanggung jawab pada pendisiplinan dan pengawasan anak yang paling tua dan menyediakan sumber ekonomi keluarga, ayah kini dinilai dalam keaktifannya dan keterlibatan pengasuhan anak-anaknya (McBride, 1991).
Perkembangan sosial anak dapat diuntungkan dari interaksi dengan ayah yang menyayangi, terbuka, dan dapat diandalkan yang dapat memberi rasa percaya dan kepercayaan diri (Ishii-Kuntz, 1994; Smith dan Morgan, 1994). Keterlibatan positif ayah dalam keluarga mengandung nilai penting dalam perkembangan kompetensi sosial anak, sebab seringkali ia merupakan satu-satunya laki-laki yang ditemui anaknyapeda waktu keseharian. Kerja sama ayah-ibu dan saling menghargai menolong anak membangun sikap yang positif terhadap laki-laki maupun perempuan (Bilier, 1993). Akan lebih mudah bagi orang tua yang bekerja untuk menghadapi perubahan lingkungan keluarga dan masalah perawatan anak sehari-hari jika ayah dan ibunya membagi sama rata tanggung jawab merawat anak. Ibu mengalami tekanan yang lebin sedikit dan memiliki sikap yang lebih positif terhadap suaminya jika mereka merupakan pasangan yang saling mendukung.