Apakah Aktivitas Saraf Spontan Menyebabkan Mimpi?

Apakah Aktivitas Saraf Spontan Menyebabkan Mimpi?

Dengan adanya perkembangan ukuran elektrofisiologis tidur dan penemuan REM (=tidur dengan gerakan mata yang cepat) sebagai indicator adanya mimpi, beberapa peneliti mengalihkan perhatiannya dari hipotesis tentang asal-ususl mimpi yang bersifat psikologis ke yang bersifat fisiologis. Teori tentang bagaimana terjadinya mimpi telah dikembangkan oleh dua peneliti (Hobson dan Mc Carley, 1977), yang telah meletakkan posisi mimpi sebagai akibat pengaktifan sel saraf dalam pons, bagian otak yang terletak dekat otak kecil bagian belakang (cerebellum).

syaraf spontan

Mereka menentang pendapat bahwa mimpi mencerminkan masalah emosional pemimpinya, dengan menyatakan bahwa pengaktifan fisiologis yang terjadi selama mimpi tidak mempunyai kaitan dengan motivasi (motivasionally neutral). Menurut hipotesisi mereka, gelombang otak yang dimulai dari dalam pons menyebar ke otak bagian depan, mensintesis impuls menjadi mimpi.

Hipotesis ini didukung oleh bukti dari suatu analisis tentang 104 mimpi yang direkam sesudah subjeknya bangun dari tidur REM. Kedua peneliti tersebut dapat mencatat hal-hal penting dalam mimpi tersebut dengan rujukan pada (1) gerakan kaki, yang diperkirakan terjadi bila mimpi berasal dari pons; (2) sensasi auditoris, yang diperkirakan terjadi bila otak bagian depan aktif selama tidur REM (Mc Carley dan Hoffman, 1981).

Hipotesis kedua peneliti di atas telah menimbulkan beberapa kontroversi. Penentang kedua peneliti tersebut mengambil contoh bukti eksperimen yang cukup banyak menunjukkan bahwa mimpi dapat dipengaruhi oleh berbagai stimulasi pramimpi. Mereka juga menyatakan bahwa hipotesis Hobson-Mc Carley tidak lengkap dan memberikan penjelasan yang terlalu sederhana (oversimplified) untuk menjelaskan informasi yang dapat dijelaskan dengan sangat gambling dengan berbagai cara lain (La Bruzza, 1978). Akhirnya, teori tersebut tidak memperhitungkan bukti neurofisiologis yang kontradiktif. Hubungan antara aktivitas dalam pons dan mimpi tidaklah sedekat seperti yang diharapkan oleh hipotesis tersebut (Vogel, 1978).

Jelasnya, teori pengaktifan saraf sangat mengabaikan apa yang tak dapat dipungkiri dalam mimpi dan bermimpi. Studi neurobiologist telah banyak memberi informasi kepada kita, tetapi tampaknya sulit sekali bahwa sebab musabab mimpi dapat dijelaskan sepenuhnya oleh teori yang menolak gagasan adanya hubungan yang bermakna antara pikiran mimpi seseorang dan pengalaman psikologisnya. Aktivitas saraf spontan mungkin mempengaruhi isi mimpi, tetapi kegelisahan, konflik dan keasyikan sehari-hari dalam diri seseorang mungkin memainkan peranan yang lebih penting.