Perlukah Hukuman dalam Pembelajaran?
Peran Hukuman dalam Belajar
Cerita rakyat mengemukakan bahwa hukuman adalah cara yang efektif umtuk mengendalikan perilaku. “Sisihkan rotan dan manjakan anak” bukanlah merupakan epigram yang berdiri sendiri. Denda dan penjara adalah bentuk control sosial yang ditetapkan sebagai sanksi oleh semua pemerintahan. Selama bertahun-tahun, berlangsung perdebatan mengenai kebaikan dan keburukan yang relative tentang perlakuan yang baik (member imbalan untuk perilaku yang baik) dan perlakuan yang buruk (menghukum kesalahan).
Hukuman mempunyai beberapa keburukan yang signifikan. Pertama, dampaknya tidak dapat diduga seperti dampak imbalan. Imbalan mengatakan “Ulangi apa yang telah kau lakukan”, hukuman mengatakan “Hentikan” tetapi tidak memberikan alternative lain. Akibatnya, respon yang lebih tidak diinginkan sekalipun menggantikan respon yang dihukum. Kedua, hasil sampingan hukuman dapat membawa akibat yang tidak menguntungkan. Hukuman sering menyebabkan nada benci terhadap orang yang menghukum (orangtua, guru, atau atasan) dan situasi (rumah, sekolah, kantor) tempat hukuman terjadi. Akhirnya, kejadian yang ekstrim atau menyakitkan yang digunakan sebagai penghukum dapat mendatangkan perilaku agresif yang lebih serius daripada perilaku asli yang tidak dikehendaki.
Pro dan kontra ini bukanlah berarti bahwa hukuman seharusnya tidak pernah dijalankan. Hukuman dapat dengan efektif mengurangi respon yang tidak dikehendaki bila respon alternative yang ada mendapat imbalan. Tikus yang telah belajar mengambil dua jalur yang terpendek pada ‘maze’ untuk mendapatkan makanan anak lebih cepat beralih ke jalur yang lebih panjang bila tikus itu mendapat ‘shock’ pada jalur yang pendek. Penekanan sementara yang dihasilkan oleh hukuman memberi kesempatan pada tikus untuk belajar mengambil jalur yang lebih panjang. Hukuman merupakan cara yang efektif untuk mengarahkan kembali perilaku.
Hukuman dapat pula efektif bila kita hanya menginginkan anak untuk member respon pada suatu sinyal untuk menghindari hukuman. Misalnya, orang belajar untuk masuk rumah bila mendengar halilintar atau mencari perlindungan dari sengatan sinar matahari. Menghindari hukuman yang mengancam dapat merupakan imbalan. Seorang petugas polisi lebih sering sebagai symbol hukuman yang mengancam daripada sebagai orang yang menghukum.
Akhirnya, hukuman dapat pula bersifat informative. Seorang anak yang terkena ‘shock’ dari alat-alat elektrik dapat mempelajari hubungan mana yang aman dan hubungan mana yang berbahaya. Koreksi guru pada pekerjaan siswa dapat dianggap sebagai hukuman, tetapi dapat juga bersifat informative dan memberikan kesempatan untuk belajar. Hukuman yang informatif dapat mengarahkan kembali perilaku sehingga perilaku baru dapat diberi imbalan.
Para orang tua sering bertanya-tanya bagaimana dan seberapa jauh mereka harus menghukum anak-anak mereka. Pada prakteknya, kebanyakan usaha menghukum diarahkan pada perampasan sekali-kali asal tidak menimbulkan rasa sakit yang serius. Penggunaan hukuman yang paling efektif adalah yang bersifat informatif, sehingga anaka akan tahu apa yang boleh dan apa yang tidak boleh. Kadang-kadang anak “mengetes batas hukuman” (test the limits) untuk melihat sampai pada tingkat mana yang dapat dilakukan.
Bila mereka tetap mengerjakan, tampaknya sebaiknya menggunakan disiplin yang tegas tetapi tidak kaku dan melaksanakannya dengan segera dan ajeg. Mengomeli anak untuk patuh pada akhirnya akan kurang efektif dibandingkan dengan pukulan yang segera. Seorang anak yang diancam dengan hukuman yangb samar-samar dan ditunda-tunda “kau ingin menjadi manusia macam apa?” dapat kurang belajar dan lebih menderita dibandingkan dengan anak yang langsung mendapat hukuman tetapi setelah ia disambut kembali dengan baik dalam lingkaran keluarganya.